Jika Anda memiliki anak perempuan, sebaiknya Anda meluangkan waktu untuk membaca ini. Faktanya, setiap sekolah -baik umum, swasta, atau parokial- pasti memiliki siswi-siswi nakal.. Dan jika Anda ingat, pasti sekolah Anda juga memilikinya dulu. Atau jangan-jangan, Anda salah satu di antaranya.
Shannon Hutton, seorang konselor sekolah dan ibu dari tiga anak perempuan yang juga penulis di Education.com, mengatakan, anak perempuan biasanya lebih suka menindas dengan kata-kata. Berbeda dengan anak laki-laki yang menindas secara fisik. Hal ini disebut agresi relasional.
Berikut adalah contoh dari kasus bullying relasional berdasarkan pengalaman Shannon sebagai konselor.
Heather sangat menderita karena seorang gadis di kelasnya, Leslie, sering mengatakan hal-hal jahat kepadanya di hadapan semua teman-temannya. Leslie juga sering mengatakan kepada teman-teman lain, “Kalau kalian berteman dengannya, aku tidak mau berteman dengan kalian semua!”
Dalam konseling dengan Shannon, Heather mengatakan karena hal itu ia tidak teman bermain di sekolah karena semua temannya takut akan dijahati oleh Leslie dan pengikutnya.
Untuk mengatasi situasi ini, Shannon tidak hanya berusaha “memperbaiki” karakter Leslie, tapi juga Heather. Berikut beberapa hal yang dilakukan Shannon yang juga bisa Anda ikuti:
1. Tanyakan secara spesifik.
Jika perilaku anak mengisyaratkan dirinya korban bullying, tanyakan secara spesifik “siapa”, “di mana”, dan “bagaimana” hal itu terjadi.Baca Juga Obesitas Anak dan Kebiasaan Makan Malam Keluarga.
2. Beritahu guru.
Ceritakan kepada wali kelas dan kepala sekolah secara spesifik tentang bagaimana anak Anda ditindas. Minta mereka memberitahu guru lain (misalnya, guru musik, bahasa, kesenian, agama), penjaga sekolah, staf kantin, dan pekerja lain mengenai masalah ini dan mewaspadai setiap tindakan bully.
3. Bukan aduan biasa.
Jelaskan kepada anak bahwa pelaporan insiden ini tidak sama dengan tattling (aduan omong kosong) dan sangat penting bagi orangtua untuk memberitahu orang dewasa lainnya di sekolah agar tidak ada lagi penindasan antar siswa.
4. Semangati anak.
Terus dorong anak untuk tetap berusaha membangun pertemanan dengan siapa saja dan tidak berada sendirian saat di sekolah, entah itu saat istirahat, makan siang, di lorong sekolah, di bus, atau saat berjalan pulang, karena bisa saja ia masih menjadi sasaran (terutama saat sendirian).
5. Bangun percaya diri.
Ajarkan ia menyampaikan rasa percaya dirinya kepada siapa saja dengan berjalan penuh percaya diri yakni dengan kepalanya. Setidaknya itu menunjukkan pada Si Pengganggu bahwa ia bukanlah orang yang lemah.
6. Perhatikan perilakunya.
Bagaimana anak Anda tidur, makan, dan kegiatan lainnya di rumah juga di sekolah. Jika Anda melihat perubahan, minta konselor sekolah untuk menemuinya.
7. Undang teman-temannya.
Aturlah waktu untuk puteri Anda bersosialisasi dengan teman-temannya di luar sekolah. Hal ini sangat membantunya mempertahankan sistem dukungan sosial yang kuat.
Dalam kasus Heather, langkah-langkah di atas dapat meringankan masalah. Namun, karena memang “menangkap” Si Gadis Pengganggu sangat sulit (jika tidak ada yang memberitahu), oleh karenanya sangat penting bagi Si Korban untuk memberitahu orang dewasa jika mereka ditindas.
Jika anak Anda mengalami hal ini, Anda harus segera melakukan tindakan. Keluarga Indonesia.